"…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)
kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Peran Guru Penggerak dalam Budaya Positif
Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid.
- Realitas (kebutuhan) dan gambaran kita berbeda
- Kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia
- Semua prilaku memiliki tujuan
- Hanya anda yang bisa mengontrol diri anda
- Anda tidak bisa mengontrol orang lain
- Kolaborasi dan consensus menciptakan pilihan pilihan baru
- Model berpikir menang menang
Penting bagi guru untuk memahami bagaimana guru harus memposisikan diri saat berhadapan dengan murid. Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku murid. Displin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid dan mengajarkan murid tentang kontrol serta kepercayaan diri yang berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari. Tujuan akhir dari disiplin adalah agar murid memahami perilaku mereka sendiri, mengambil inisiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka dan menghargai diri.
Untuk mewujudkan disiplin positif perlu adanya hukuman dan konsekuensi. Menurut Nelsen (2021) cara kita sebagai pendidik untuk merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi murid adalah.
- Merespon kesalahan dengan membenci kekerasan dan cinta kebaikan dibanding menyalahkan, menuduh dan menceramahi.
- Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dari tindakannya.
- Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan teman-temannya.
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia dengan yang paling baik adalah Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal apalagi menghindari hukuman atau mendapatkan imbalan.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Pembentukan Keyakinan Kelas:
- Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
- Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
5 kebutuhan dasar kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Restitusi, Segitiga Restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan Visi Guru Penggerak.
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.
Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.
Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
- Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
- Restitusi memperbaiki hubungan
- Restitusi adalah tawaran, bukan paksaa
- Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
- Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari Tindakan
- Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari Tindakan
- Restitusi fokus pada karakter bukan Tindakan
- Restitusi menguatkan
- Restitusi fokus pada solusi
- Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008
Kaitan Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Budaya Positif
Pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budipekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak secara Bersama sama. Relepansi kedua dari filosofi Pendidikan KHD adalah keharusan memandang anak dengan rasa hormat. Budaya positif sesuai filosofi KHD adalah penerapan BUDI PEKERTI. Budi : Cipta/pikiran (menajamkan pikiran), Rasa (menghaluskan perasaan) dan Karsa (Memperkuat kemauan). Pekerti : Tenaga/Raga Jasmani (menyehatkan jasmani) Olah cipta, olah rasa, olah karsa, olah raga. Pendidikan yang seimbang secara holistic dengan kesempurnaan budi pekerti menciptakan Kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu menuju kepada kebijaksanaan
Kaitan Nilai dan Peran Guru Penggerak dan Budaya Positif
Guru penggerak adalah guru guru hebat yang telah disaring sedemikian rupa dengan potensi yang berbeda beda. Anak kembarpun memiliki perbedaan dikarenakan adanya kodrat yang dimiliki. Dalam Nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid menjadi gabungan nilai yang harus melekat dalam diri seorang guru penggerak. Untuk melengkapi nilai tersebut lahirlah peran peran guru penggerak seperti pemimpin pembelajaran, mewujudkan kepemimpinan murid, mendorong kolaborasi, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi orang lain.
Budaya Positif yaitu menjadi guru reflektif mengikuti pelatihan online/offline. Disiplin memiliki motifasi intrinsic dengan tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri dengan tergerak, bergerak dan menggerakkan.
Kaitan Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif yaitu Menetapkan Kekuatan Inkuiri Apresiatif, Melakukan Perubahan dengan metode BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi), Merumuskan Visi Guru Penggerak, Menanamkan dan Membuat keyakinan kelas dalam kebutuhan perubahan disekolah pada apa yang kita inginkan. Visi guru penggerak “Mewujudkan Murid yang Ilmiah, Merdeka Belajar, dan Berpihak Pada Murid”. Budaya Positif yang saya lahirkan adalah Menjadikan organisasi ekstrakurikular untuk menuntun pengembangan Bakat dan Minat siswa
Profil Pelajar Pancasila menjadi pengikat dari koneksi antar materi Filosofi Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran guru penggerak, Visi guru penggerak, dan Budaya positif dengan poin :
- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia.
- Berkebinekaan global
- Gotong royong
- Kreatif
- Bernalar kritis
- Mandiri
Rancangan Tindakan Aksi Nyata
LATAR BELAKANG
kesempatan selebar-lebarnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai individu yang unik akan tetapi guru sebagai pamong harus memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan diri. Guru menuntun anak untuk Merdeka belajar, Budaya positif lahir untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dimana melahirkan motivasi intrinsik dengan nilai kebaikan bertanggung jawab, disiplin, saling menghormati, Kesehatan, dan kesetaraan sosial dengan budi pekerti.
TUJUAN
Membangun budaya positif di sekolah adalah menumbuhkan dan menuntun jati diri murid dalam menyelesaikan masalah secara kesadaran intrinsik.
TOLAK UKUR
Keyakinan kelas menjadi budaya positif yang memerdekakan dan tidak merugikan murid atau guru dalam mendisiplinkan. Ini tersosialisasi dengan baik dan dapat diterima oleh siswa dengan penerapan secara bertahap melalui video pendek di website dan media social sekolah.
LINIMASI TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
- Menyusun program lembar kerja dan sosialisasi program kepada Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah dan wakil kepala sekolah)
- Menyusun jadwal kegiatan aksi nyata
- Pengenalan budaya positif kepada siswa dan guru
- Menjelaskan proses dan Langkah-Langkah kegiatan
- Siswa dan guru menjalankan budaya positif di sekolah
- Melakukan refleksi selama berlangsungnya budaya positif di sekolah
Dukungan yang dibutuhkan
- Kepala Sekolah. Dukungan sebagai pemimpin di Sekolah sangat dibutuhkan sebagai manajer.
- Komite dan Pengawas Sekolah. Komite dan pengawas sekolah akan menjembatani kebutuhan dan pengawasan sekolah.
- Teman Sejawat. Mempercepat penyebaran informasi terkait budaya positif
- Ketua-Ketua Organisasi Ekstrakurikuler. Ini akan membentuk pola sinkronisasi dari pimpinan ke siswa dalam membangun budaya positif